Rabu, 17 Desember 2014

ANALISIS KESALAHAN PELAFALAN BAHASA MANDARIN PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI BAHASA MANDARIN UNIVERSITAS WIDYA KARTIKA


BAB I


PENDAHULUAN





I.1. Latar Belakang Masalah


Bahasa merupakan alat untuk berkomuniksai yang tak pernah lepas dalam kehidupan sehari-hari kita. Dengan bahasa kita dapat menyampaikan maksud, pikiran, akal, perasaan dan kehendak kepada orang lain. Melalui bahasa seseorang dapat berinteraksi atau berhubungan dengan orang lain dalam memenuhi segala kebutuhan. Dalam suatu percakapan yang pada hakekatnya dilakukan untuk berkomunikasi, tidak mungkin dilakukan tanpa menggunakan bahasa. Jika penggunaan bahasa tersebut disertai dengan isyarat tangan, ini hanya upaya untuk mempertegas maksud. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbiter, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. (KBBI 2007: 88)
Bahasa, khususnya Mandarin sudah semakin banyak di pelajari saat ini dan mulai diakui sebagai salah satu bahasa internasional yang penggunaannya semakin penting dirasakan oleh masyarakat. Perdagangan, kebudayaan, dan hubungan diplomatik dengan negara Cina sudah semakin berkembang dewasa ini, bahkan belakangan banyak tempat pariwisata di Indonesia yang di kunjungi wisatawan dari Cina.
Untuk menghindari kesalahan pelafalan, maka sesorang perlu mempelajari tata bahasa yang baik dan benar, terutama pada saat ia hendak berbicara dengan orang asing maupun suku-suku lain yang tidak sebahasa. Hal ini sangat perlu bila ingin menjalin suatu komunikasi yang baik.




I.2. Rumusan Masalah


Untuk itulah penulis tertarik untuk membahas tentang bagaimana kesalahan pelafalan kerap sering terjadi dalam penggunaan Bahasa Mandarin pada mahasiswa program studi Bahasa Mandarin Universitas Widya Kartika Surabaya.

Pelafalan secara leksikal disebut juga fonetik. Fonetik yang artinya menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pengucapan (penghasilan) bunyi ujar, sistem bunyi suatu bahasa. Untuk itu dalam skripsi ini, penulis akan membahas kesalahan pelafalan yang kerap menjadi permasalahan bagi penutur pemula Bahasa Mandarin. Permasalahannya bukan hanya terletak pada sekedar salah melafalkan, namun karena bunyi ujaran sebuah kata dalam Bahasa Mandarin memiliki kemiripan yang sama pelafalannya dengan kata yang lain tetapi berbeda maknanya. Hal inilah yang menyulitkan pembelajar ataupun penutur pemula maupun penulis sendiri karena tidak terlalu fasih melafalkannya dengan tepat.

Di dalam bentuk pertanyaan, masalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut :


”Apa dan bagaimanakah kesalahan pelafalan dalam bahasa mandarin?”. Selanjutnya pertanyaan tersebut akan diturunkan ke dalam pertanyaan-pertanyaan yang lebih khusus lagi sebagai berikut:

1.      Seperti apakah bentuk kesalahan pelafalan dalam Bahasa Mandarin pada Mahasiswa semester VI Program Studi Bahasa Mandarin Universitas Widya Kartika Surabaya.
2.       Apakah Faktor penyebab kesalahan pelafalan dalam bahasa Mandarin pada Mahasiswa semester VI Program Studi Bahasa Mandarin Universitas Widya Kartika Surabaya.




I.3. Tujuan Penelitian





Dalam melakukan setiap kegiatan pasti selalu mempunyai maksud dan tujuan yang hendak dicapai. Dalam sebuah penelitian ilmiah, menurut Endraswara (2003: 201) tujuan merupakan penjabaran permasalahan secara deskriptif. Penelitian yang penulis lakukan terhadap analisis kesalahan pelafalan bahasa mandarin pada mahasiswa program studi satra cina ini memiliki tujuan sebagai berikut:

  1. Untuk mengetahui bentuk kesalahan pelafalan yang kerap terjadi pada Mahasiswa Program Studi Sastra Bahasa Mandarin Universitas Widya Kartika Surabaya.

  1. Untuk mengetahui faktor penyebab kesalahan pelafalan yang terjadi pada Mahasiswa Program Studi Bahasa Mandarin Universitas Widya Kartika Surabaya.




I.4. Manfaat Penelitian


Manfaat praktis dari penelitian ini adalah


1.      Memberikan gambaran tentang jenis kesalahan dalam pelafalan bahasa mandarin sehingga dapat dilakukan upaya-upaya untuk memperbaiki atau menghindari kesalahan-kesalahan yang serupa bagi mahasiswa program studi Bahasa Mandarin Universitas Widya Kartika Surabaya.
2.      Memberikan gambaran pada dosen (staf pengajar) tentang proses terjadinya kesalahan pelafalan dalam Bahasa Mandarin sehingga dapat dicari atau dipilih metode pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan mahasiswa

3.   Memberikan gambaran tentang faktor penyebab timbulnya kesalahan pelafalan dalam Bahasa Mandarin sehingga para dosen dapat memberikan latihan sebanyak mungkin sesuai dengan kesulitan-kesulitan yang dihadapi mahasiswa.



Selain manfaat praktis diatas, penelitian ini juga diharapkan memberi manfaat

secara teoritis yaitu :


1.      Menambah pengetahuan penulis dan pemabaca untuk memperbaiki kesalahan pelafalan Bahasa Mandarin yang kerap sering terjadi

2.   Sebagai bahan acuan dalam penelitian yang lebih lanjut.


I.5. Batasan Masalah


Melihat kenyataan bahwa objek penelitian penulis adalah Mahasiswa semester VI Bahasa Mandarin Universitas Widya Kartika Surabaya. yang masih belajar atau sebagai penutur pemula Bahasa Mandarin, akan ditemukan banyak kesalahan dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Kesalahan-kesalahan tersebut antara lain:

1. Kesalahan Dalam Ejaan (Spelling)


2. Tanda Baca (Punctuation)


3. Tata Kalimat (Syntax)


4. Penggunaan Penanda Waktu (Tense)


5. Pembentukan Kata (Word Formation)


6. Uraian Kata (Word Ordering)


7. Kesusuaian (Agreement)


8. Pembubuhan Kata Bantu ( Preposisi)

9. Perbendaharaan Kata ( Vocabulary ) dan masih banyak lagi,


Maka penulis membatasi masalah pada kesalahan pelafalan saja. Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup pembahahasan yang difokuskan pada kesalahan pelafalan dan objek penelitian adalah mahasiswa semester VI Program Studi Bahasa Mandarin Universitas Widya Kartika Surabaya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA




2.1. Kajian Pustaka


Penelitian ini berfokus pada analisis tentang kesalahan pelafalan dalam Bahasa

Mandarin pada penutur pemula. Untuk itu, penulis menggunakan teori yang berhubungan

dengan linguistik khususnya dalam bidang fonetik.


Linguistik adalah ilmu tentang bahasa; atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek

kajiannya ( Abdul Chaer, 1994: 1).


Verhaar, (2001: 3) Linguistik berarti Ilmu Bahasa. Kata linguistik berasal dari kata latin Lingua atau bahasa. Dalam bahasa-bahasa ”Roman” (bahasa-bahasa yang berasal dari bahasa latin) masih ada kata-kata serupa dengan lingua latin itu, yaitu Langue dan Langage dalam bahassa Prancis, dan Lingua dalam bahasa Latin.



Dalam linguistik ada sebuah kajian ilmu yang kita kenal dengan nama Fonologi.

Fonologi memiliki hubungan dengan Fonetik.


Fonologi adalah suatu sub-disiplin ilmu bahasa atau linguistik yang membicarakan tentang ”bunyi bahasa”. Lebih spesifik lagi fonologi murni membicarakan tentang fungsi, perilaku serta organisasi bunyi sebagai unsur-unsur linguitik; berbeda dengan fonetik yang berupa kajian yang agak lebih netral terhadap bunyi-bunyi sebagai fenomena dalam dunia fisik dan unsur unsur fisiologikal, anatomikal, neurogikal, dan psikologikal nabusia yang membuat bunyi bunyi itu. Fonologi adalah ”Linguitik” alam pengertian bahwa sintaksis, morfologi dan sampai tingkat tertentu, semantik juga linguistik; sedangkan fonetik berangsur angsur berubah dalam berbagai hal menuju neurologi, psikologi, akustik dan sebagainya. (Roger Lass)
”Fonetik adalah cabang ilmu linguistik yang meneliti dasar fisik bunyi bunyi bahasa. Ada dua segi dasar fisik tersebut yaitu: segi alat-alat bicara serta penggunaannya dalam menghasilkan bunyi-bunyi bahasa dan sifat-sifat akustik bunyi yang telah
dihasilkan. Menurut dasar yang pertama, fonetik disebut ”fonetik organik” (karena menyangkut alat alat bicara) atau Fonetik Artikulatoris (karena menyangkut pengartikulasian bunyi-bunyi bahasa). Menurut dasar yang kedua fonetik disebut Fonetik Akustik karena menyangkut bunyi bahasa dari sudut bunyi sebagai getaran udara”. (JWM Verhaar : 2001: 19)
”... Analisis kesalahan merupakan suatu usaha untuk mempelajari kesalahan pembelajaran yang diyakini sebagai hasil dari interfensi dalam belajar bahasa asing yang merupakan kebiasaan dari bahasa ibu” (Naibaho: 2003: 48)



Teori  yang penulis kemukakan diatas tadi, inilah yang dipakai sebagai acuan

dasar dalam penulisan skripsi ini.




                       
2.2.Konsep


Dalam bab ini penulis berfokus pada analisis tentang kesalahan pelafalan Bahasa

Mandarin. Untuk itu penulis menggunakan konsep atau defenisi yang berhubungan

dengan Linguistik, terutama dalam bidang Fonologi dan Fonetik.


Seperti kita ketahui bersama bahwa bidang fonologi dapat melibatkan materi

penelitian fonetik, fonemik dan fonestem, serta lingkungan fonem dan keselarasan vokal.

Materi  fonetik  tidak  hanya  melibatkan  bunyi  bahasa,  akan  tetapi  mencakup  pula

hubungan bagaimana bunyi itu dihasilkan, dan bagaimana bunyi itu diterima, sehingga

kedalamnya termasuk fonetik akustik dan fonetik auditoris.


Adapun unsur-unsur bidang fonologi yang dapat diteliti selain yang disebut diatas

termasuk pula:


1.  Pengenalan alat ucap (artikulasi)

1.      Proses terjadinya bunyi bahasa


2.      Fonem vokal dan fonem konsonan


3.      Fonem klaster dan diftong


4.      Perubahan varian fonem


5.      Fonem serapan (dari bahasa asing), sebagai penyesuaian dengan fonem suatu bahasa akibat lintas bahasa

6.      Ejaan sebagai bidang terapan dari fonologi


7.      Ketaksaan fonem dalam lafal.





Dalam kegiatan belajar mengajar, khususnya belajar bahasa asing dapat dipastikan, para peserta didik pernah membuat kesalahan. Hal ini tidak dapat dihindari karena membuat kesalahan itu adalah bagian penting dalam proses pemerolehan bahasa (Corder, 1973).

Kesalahan ini tentunya memerlukan koreksi secara bertahap dari instruktur agar tidak menggangu komunikasi dalam penggunaan bahasa tersebut. Akan tetapi, kesalahan yang akan dikoreksi perlu diseleksi, karena bisa mengganggu komunikasi atau kelancaran berbahasa. Akibatnya, peserta didik akan merasa frustasi dan kehilangan motivasi (Harmer, 1983).

2.  2.1 Pelafalan


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Lafal adalah : cara seseorang atau sekelompok orang dalam suatu masyarakat bahasa mengucapkan bunyi bahasa.

Pelafalan bunyi dalam pemerolehan suatu bahasa untuk kelompok umur dewasa (mahasiswa) biasanya dimulai dengan pengenalan alphabeth dari target bahasa yang dipelajari. Chastain (1976) menyatakan bahwa pemerolehan pelafalan bunyi bahasa dari target language merupakan suatu proses oleh karenanya tidaklah terlalu penting untuk memberikan perhatian yang berlebihan terhadap pemerolehan pelafalan bunyi yang sempurna.

West (1991) mendukung pernyataan ini dengan mengatakan bahwa proses pelafalan bunyi yang secara pasti mendekati suara dari penutur asli (native speaker) berlangsung secara bertahap dalam level awal pembelajaran bahasa tanpa adanya koreksi yang terus menerus dari instruktur. Lebih lanjut dikatakan bahwa pelafalan yang sempurna dari semua bunyi tidaklah merupakan suatu keharusan dalam berkomunikasi menggunakan bahasa asing.
Tuturan bahasa terdiri atas bunyi. Bukan sembarang bunyi saja, melainkan bunyi

tertentu, yang agak berbeda-beda menurut bahasa tertentu. Bunyi tersebut diselidiki oleh

fonetik dan fonologi. Fonetik meneliti bunyi bahasa menurut cara pelafalannya dan

menurut sifat-sifat akustiknya. Berbeda dengan fonetik, fonologi meneliti bunyi bahasa

tertentu menurut fungsinya.


”Fonetik adalah cabang ilmu linguistik yang meneliti dasar fisik bunyi bunyi bahasa. Ada dua segi dasar fisik tersebut yaitu: segi alat-alat bicara serta penggunaannya dalam menghasilkan bunyi-bunyi bahasa dan sifat-sifat akustik bunyi yang telah dihasilkan. Menurut dasar yang pertama, fonetik disebut ”fonetik organik” (karena menyangkut alat alat bicara) atau Fonetik Artikulatoris (karena menyangkut pengartikulasian bunyi-bunyi bahasa). Menurut dasar yang kedua fonetik disebut Fonetik Akustik karena menyangkut bunyi bahasa dari sudut bunyi sebagai getaran udara”. (JWM Verhaar : 2001: 19)

Fonetik Artikulatoris meneliti alat-alat organik manakah yang kita pakai untuk

menhgasilkan bunyi bahasa. Manusia juga dapat menghasilkan bunyi-bunyi lain dengan

artikulatorisnya, akan tetapi bunyi yang dihasilkan bukan merupakan bunyi bahasa.

Misalnya dengan alat artikulatoris yang sama manusia bisa menghasilkan bunyi teriakan, batuk, berdehem, dan sebagainya tetapi bunyi tersebut umumnya tidak bermakna apa-apa.

Bila kita berbicara, udara dipompakan dari paru-paru, melalui batang tenggorokan kepangkal tenggorok yang didalamnya terdapat pita-pita suara. Pita-pita itu harus terbuka agar udara bisa keluar melalui rongga mulut atau rongga hidung atau kedua-duanya. Apabila udara keluar tanpa hambatan, kita tidak akan menghasilkan bunyi bahasa. Contohnya adalah ketika kita bernafas. Hambatan yang perlu untuk menghasilkan bunyi bahasa ada pada pita suara.

Fonetik Artikulatoris juga membahas bunyi-bunyi bahasa menurut cara dihasilkannya dengan alat-alat bicara. Bunyi bahasa dibedakan sebagai segmental dan suprasegmental. Bunyi segmental adalah bunyi menurut pola urutannya dari yang pertama sampai dengan yang terakhir atau dari kiri ke kanan. Struktur dari kiri ke kanan itu berupa segmental, artinya ada bagian-bagian yang terkecil menurut urutannya. Sedangkan bunyi suprasegmental adalah bunyi yang dapat dibayangkan sebagai bunyi yang ada diatas segmental.

Kita menghasilkan bunyi-bunyi bahasa dengan alat-alat bicara, yaitu dengan mulut dan bagian-bagiannya, dengan kerongkongan dan pita-pita suara didalamnya, dan kesemuaan itu dengan mempergunakan udara yang dihembuskan dari paru-paru.



2.3 Landasan Teori


Sebagai pendukung pembahasan penelitian ini penulis mengutip beberapa teori sebagai acuan dalam menganalisis data yang diperoleh. Adapun teori yang dipaparkan
dalam studi literatur ini seperti pemerolehan komponen bahasa dan analisis kesalahan dalam berbahasa (error analysis) dan selayang pandang tentang bahasa Mandarin.

Objek atau sasaran kajian linguistik adalah bahasa, yaitu bahasa manusia yang alamiah (natural). Jadi bukan bahasa binatang, dan juga bukan bahasa buatan (artificial). Bahasa manusia merupakan bahasa yang dipakai oleh suatu masyarakat bahasa (linguistic society) sebagai alat komunikasi verbal secara umum dan wajar. Cabang Ilmu linguistik yang paling sesuai digunakan untuk teori kesalahan pelafalan adalah Fonologi dan Fonetik.

Setiap bahasa pasti memiliki sistem, yaitu seperangkat kaidah yang bersifat mengatur. Setiap bahasa memiliki asas-asas, pola-pola yang bersifat wajib dan hakiki yang sering disebut ”tata bahasa”. Tata bahasa bertujuan memberikan kaidah-kaidah untuk membedakan bentuk-bentuk yang benar dari yang tidak benar.
Bahasa kerap dijadikan penelitian linguistik karena pada kenyataannya bahasa itu tidak seragam atau homogen, dalam kenyataannya bahasa sangat bervariasi.

Linguistik adalah ilmu tentang bahasa; atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya ( Abdul Chaer, 1994: 1). Dalam linguistik ada sebuah kajian ilmu yang kita kenal dengan nama Fonologi. Fonologi memiliki hubungan dengan Fonetik.

Linguistik berarti Ilmu Bahasa. Kata linguistik berasal dari kata latin Lingua atau bahasa. Dalam bahasa-bahasa ”Roman” (bahasa-bahasa yang berasal dari bahasa latin) masih ada kata-kata serupa dengan lingua latin itu, yaitu Langue dan Langage dalam bahassa Prancis, dan Lingua dalam bahasa Latin. (J.W.M Verhaar, 2001: 3)



Menurut Roger Lass Fonologi adalah suatu sub-disiplin ilmu bahasa atau linguistik yang membicarakan tentang ”bunyi bahasa”. Lebih spesifik lagi fonologi murni membicarakan tentang fungsi, perilaku serta organisasi bunyi sebagai unsur-unsur
linguitik; berbeda dengan fonetik yang berupa kajian yang agak lebih netral terhadap bunyi-bunyi sebagai fenomena dalam dunia fisik dan unsur unsur fisiologikal, anatomikal, neurogikal, dan psikologikal nabusia yang menbuat bunyi bunyi itu. Fonologi adalah ”Linguitik” alam pengertian bahwa sintaksis, morfologi dan sampai tingkat tertentu, semantik juga linguistik; sedangkan fonetik berangsur angsur berubah dalam berbagai hal menuju neurologi, psikologi, akustik dan sebagainya.

Tuturan bahasa terdiri atas bunyi. Bunyi tersebut diselidiki oleh fonetik dan fonologi. Fonetik meneliti bunyi bahasa menurut cara pelafalannya dan menurut sifat-sifat akustiknya. Sementara itu berbeda dengan fonetik, fonologi meneliti bunyi bahasa tertentu menurut fungsinya.

”Fonologi adalah pengetahuan tentang bunyi yang merupakan suatu prasyarat untuk dapat mempelajari dan memahami seluk-beluk bahasa dengan baik.” (Lapoliwa: 1988: 3)
Cara pelafalan dalam bahasa Mandarin sangat penting untuk diperhatikan. Pelafalan yang baik dan benar merupakan landasan untuk bisa menguasai dan bertutur dalam Bahasa Mandarin. Cara pelafalan dalam Bahasa Mandarin tidak terlepas dari Pinyin.

Mandarin sebagai bahasa yang tidak menggunakan abjad latin dalam sistem penulisannya sehingga menyulitkan bagi orang asing untuk mempelajari bahasa mandarin. Pada tahun 1958 pemerintah Cina secara resmi menggunakan fonetik Pinyin, yang dibuat oleh Lembaga Pembaharuan Tulisan (LPT) Republik Rakyat Cina sebagai sistem penulisan latinnya. Pinyin merupakan sistem penulisan latin untuk Bahasa Mandarin berdasarkan sistem pelafalan standar nasional ( De-An Wu Swihart. 2007: 1).

Sistem fonetik pinyin mempermudah pembelajar asing yang kebanyakan mengenal huruf latin. Saat ini Pinyin telah banyak digunakan pada tempat seperti pada sistem pengetikan huruf Han dikomputer, telepon genggam, petunjuk jalan, bahan ajar, software computer dan lain lain.
Berikut akan penulis jabarkan terlebih dahulu sistem artikulasi pelafalan pada alat ucap manusia.




























1.
上唇 (shangchun )upper lip

2.
上齿 (shangchi) upper teeth
3.
牙床 (yachuang) teethridge

4.
硬额 (ying’e) hard palate
5.
软额 (ruan’e) soft palate

6.
小舌 (xiaoshe) uvula
7.
下唇 (xiachun) lower lip

8.
下齿 (xiachi) lower teeth
9.
舌尖 (shejian) tip of the tongue
10.舌面 (shemian)bladeof the tongue
11.
舌根 (shegen) back of the tongue
12.
声带 (shengda)i vocal cords
13.
鼻腔 (biqiang) nasal cavity






Pelafalan Nada

Dalam Bahasa Mandarin, nada (声调) atau shengdiao (baca : sengtiao) berperan penting sebagai salah satu pembeda kata-kata yang berbunyi sama. Kalau salah mengucapkan nada, bisa-bisa orang lain salah menangkap makna kata yang kita maksud. Ada 4 nada yang membedakan makna dan pelafalan, yakni sebagai berikut :


1. Nada Datar dilambangkan dengan nada “ - ” diatas huruf pinyin/ huruf bacanya. Cara membacanya datar dan panjang. Contoh : seperti yang terdapat pada kata Mama (Ibu)  yang dibaca mendatar dan panjang.

2. Nada Naik dilambangkan dengan tanda “ / ” diatas huruf pinyin atau huruf bacanya. Cara membacanya naik dan agak tinggi dibanding nada datar. Contoh : seperti yang terdapat pada kata Ma (bintik/serat) yang dibaca agak naik dan tinggi.

3. Nada Melengkung dilambangkan dengan tanda “ v ” diatas huruf pinyin/ huruf bacanya. Cara membacanya naik, kemudian menurun (mendayu). Contoh : seperti yang terdapat pada kata Ma (kuda) yang dibaca dengan nada mendayu.

4. Nada Menurun dilambangkan degnan tanda “ \ ” diatas huruf pinyin/ huruf bacanya. Cara membacanya menurun dan tegas. Contoh seperti yang terdapat pada kata Ma (Marah)  (Mà) yang dibaca menurun dan tegas.
Seperti yang disebutkan di atas tadi. Empat kata yang sama bisa memiliki arti yang berbeda, dikarenakan nada yang berbeda pula.

*  ma (nada datar) = Ibu

*  ma (nada naik) = Bintik/Serat

*  ma (nada melengkung) = Kuda

*  ma (nada menurun) = Marah


(  ) nada 1. Contoh : ā


(  ) nada 2. Contoh : á


(  ) nada 3. Contoh : ă


(  ) nada 4. Contoh : à

Keempat nada dalam Bahassa Mandarin sangat penting dalam membedakan arti, jika salah mengucapkan nada dapat menyebabkan perbedaan arti dan menimbulkan kesalahpahaman.

Dalam Bahasa Mandarin ada juga nada ringan, nada ringan ini dibacakan secara ringan dan pendek. Penulisan tanda nada pada nada ringan tidak di berikan nada apapun pada suku katanya.

Peletakan tanda nada selalu diletakan di atas vokal. Jika dalam suku kata terdapat final (ui) atau (iu), maka tanda nada diletakkan di vokal akhir.

Cara pelafalan konsonan dalam Bahasa Mandarin sangat tergantung pada posisi lidah, bibir, dan gigi, serta cara melafalkan. Apabila terjadi kesalahan dalam posisi pelafalan dan cara pelafalan, maka lafal yang akan dihasilkan akan kurang tepat.
Contoh:


1.      Konsonan (Inisial/ Shengmu) /b/ cara pelafalan dengan suara bibir (labial). Dilafalkan seperi konsonan [p] dalam bahasa Indonesia

2.      Konsonan /p/ dilafalkan dengan suara bibir (labial) aspirasi. Dilafalkan seperti konsonan [ph] dalam bahasa Indonesia.

3.      Konsonan /m/ cara pelafalan dengan suara bibir (labial). Dilafalkan seperti konsonan [m] dalam Bahasa Indonesia
4.      Konsonan /f/ cara pelafalan dengan suara bibir (labial). Dilafalkan seperti konsonan [f] dalam Bahasa Indonesia.

5.      Konsonan /d/ cara melafalkan dengan menggunakan suara ujung lidah (apical). Dilafalkan seperti konsonan [t] dalam Bahasa Indonesia.

6.      Konsonan /t/ cara melafalkan dengan menggunakan suara ujung lidah (apical) aspirasi. Dilafalkan seperti konsonan [th] dalam Bahasa Indonesia.

7.      Konsonan /n/ cara melafalkan dengan menggunakan suara ujung lidah (apical). Dilafalkan seperti konsonan [n] dalam Bahasa Indonesia.
8.      Konsonan /l/ cara melafalkan dengan menggunakan suara ujung lidah (apical). Dilafalkan seperti konsonan [l] dalam Bahasa Indonesia.

9.      Konsonan /g/ cara melafalkan dengan menggunakan suara pangkal lidah (velar) pangkal lidah menyentuh langit-langit mulut. Dilafalkan seperti konsonan [k] dalam Bahasa Indonesia.
10.  Konsonan /k/ cara melafalkan dengan menggunakan suara pangkal lidah (velar) pangkal lidah menyentuh langit-langit mulut. Dilafalkan seperti konsonan [kh] dalam Bahasa Indonesia.
11.  Konsonan /h/ cara melafalkan dengan menggunakan suara pangkal lidah (velar) menyentuh langit-langit mulut. Dilafalkan seperti konsonan [h] dalam Bahasa Indonesia.

12.  Konsonan /j/ cara melafalkan dengan menggunakan suara badan lidah (dorsal). Dilafalkan [ʨ] atau seperti konsonan [c] dalam bahsa indonesia.

13.  Konsonan /q/ cara melafalkan dengan menggunakan suara badan lidah (dorsal). Dilafalkan [ʨʰ] atau seperti konsonan [ch] dalam bahasa indonesia.

14.  Konsonan /x/ cara melafalkan dengan menggunakan suara badan lidah (dorsal). Dilafalkan [ɕ] atau mirip seperti konsonan [s] dalam Bahasa Indonesia, namun dilafalkan dengan badan lidah, bukan dengan ujung lidah.

15. Konsonan  /zh/   cara melafalkan dengan menggunakan suara lidah ditekuk ke
͡
langit-langit mulut. Dilafalkan seperti [ʈʂ] atau konsonan [z] dalam Bahasa Indonesia.

. Konsonan /ch/ cara melafalkan dengan menggunakan suara lidah ditekuk-tekuk ke langit-langit mulut (palatal) aspirasi. Setelah lidah ditekuk-tekuk kelangit-

͡
langit mulut, dilafalkan [ʈʂʰ] atau seperti konsonan [ch] dalam Bahasa Indonesia.

17.  Konsonan /sh/ cara melafalkan dengan menggunakan suara lidah ditekuk-tekuk ke langit-langit mulut (palatal) aspirasi. Setelah lidah ditekuk-tekuk kelangit-langit mulut, dilafalkan [ʂ].

18.  Konsonan /r/ cara melafalkan dengan menggunakan suara lidah ditekuk-tekuk ke langit-langit mulut (palatal) aspirasi. Setelah lidah ditekuk-tekuk kelangit-langit mulut, dilafalkan [ʐ/ɻ]

19.  Konsonan /z/ cara melafalkan dengan menggunakan suara lidah pada gigi depan bagian dalam (dental) ujung lidah menuju gigi atas bagian dalam, dilafalkan [ʦ].

20.  Konsonan /c/ cara melafalkan dengan menggunakan suara lidah pada gigi depan bagian dalam (dental) ujung lidah menuju gigi atas bagian dalam, dilafalkan[ʦʰ]atau seperti konsonan c dalam Bahasa Indonesia.

21.  Konsonan /s/ cara melafalkan dengan menggunakan suara lidah pada gigi depan bagian dalam (dental) ujung lidah menuju gigi atas bagian dalam, dilafalkan seperti konsonan [s] dalam Bahasa Indonesia.
22.  Konsonan /y/ dilafalkan seperti vokal [i] (baca: yi= i)

23.  Konsonan /w/ dilafalkan seperti vokal [u] (baca: wu= u)




Konsonan dalam Pinyin dibagi menjadi dua bagian yaitu:


1.        Konsonan Aspirasi (送气音 song qi yin)

2.      Konsonan Non-aspirasi (不送气音 bu song qi yin)

Perbedaan antara keduanya adalah pada saat pelafalannya, konsonan aspirasi disertai dengan dorongan udara dari mulut, Adapun konsonan aspirasi adalah : p, t, k, q, ch, c. sedangkan konsonan Non-aspirasi tidak

Vokal dalam Pinyin memiliki banyak kesamaan dengan vokal dalam Bahasa Indonesia. Vokal dalam Pinyin juga memiliki vokal tunggal, vokal ganda, dan vokal dengung/ nasal. Berikut penulis akan coba memaparkan cara pelafalan vokal Pinyin dalam Bahasa Mandarin

1.      Vokal /a/ dilafalkan [a] seperti dalam kata ”aku”

2.      Vokal /i/ dilafalkan [yi] seperti dalam kata ”bayi’

3.      Vokal /u/ dilafalkan [u] seperti dalam kata bau, vokal /u/ juga dapat dilafalkan [wu] seperti dalam kata ”wushu’, serta vokal /u/ juga dapat dilafalkan [yu] seperti dalam kata kayu.
4.      Vokal /ü/ disebut sebagai ü umlaut dilafalkan [y] pengucapannya terlebih dahulu lafalkan vokal /i/, kemudian rubah posisi mulut menjadi vokal /u/.

5.      Vokal /e/dilafalkan [ɤ] dan /ê/ dilafalkan [ɛ]

6.      Vokal /o/ dilafalkan [ǫ] seperti dalam kata ”orang”

7.      Vokal /ai/ dilafalkan [aɪ] atau vokal /a/ terlebih dahulu, lalu posisi mulut diubah menjadi lafal vokal /i/. Seperti /ai/ dalam kata belai.

8.      Vokal /ei/ dilafalkan [eɪ] atau vokal /e/ terlebih dahulu, lalu posisi mulut diubah menjadi lafal vokal /i/. Seperti /ei/ dalam kata hei.

9.      Vokal /ao/ dilafalkan[ɑʊ] atau vokal /a/ terlebih dahulu, lalu posisi mulut diubah menjadi lafal vokal /o/. Seperti /ao/ dalam kata pulau.

10.  Vokal /ou/ dilafalkan [ɑʊ] atau vokal /o/ terlebih dahulu, lalu posisi mulut diubah menjadi lafal vokal /u/. Seperti /ou/ dalam kata o..ow!!

11.  Vokal /ia/ dilafalkan vokal /i/ atau /y/ terlebih dahulu, lalu posisi mulut diubah menjadi lafal vokal /a/. Seperti /ia/ atau /ya/ dalam kata buaya
12.  Vokal /ie/ dilafalkan vokal [iɛ] , lalu posisi mulut diubah menjadi lafal vokal /e/. Seperti [ye] dalam kata yen.

13.  Vokal /iao/ dilafalkan vokal [iɑʊ], lalu posisi mulut diubah menjadi lafal vokal /a/ Seperti /ia/ atau /ya/ dalam kata yao.

14.  Vokal /ua/ dilafalkan[uɑ] atau vokal /u/ terlebih dahulu, lalu posisi mulut diubah menjadi lafal vokal /a/ Seperti wa dalam kata uang.

15.  Vokal /uo/ dilafalkan [uǫ] atau vokal /u/ terlebih dahulu, lalu posisi mulut diubah menjadi lafal vokal /o/.

16.  Vokal /uai/ dilafalkan [uaɪ] vokal /u/ terlebih dahulu, lalu posisi mulut diubah menjadi lafal vokal /ai/ Seperti /wai/ dalam kata pantai.

17.  Vokal üe dilafalkan [y] atau vokal /ü/ terlebih dahulu, lalu posisi mulut diubah menjadi lafal vokal /e/. Seperti /yüe/ dalam kata yiue.

18.  Vokal /an/ dilafalkan [an] seperti dalam kata anak.

19.  Vokal /en/ dilafalkan[ən] seperti /eun/ dalam kata entah.

20.  Vokal /ang/ dilafalkan[ɑŋ] seperti dalam kata angka.

21.  Vokal /eng/ dilafalkan [ɤŋ]seperti dalam kata enggak.

22.  Vokal /ong/ dilafalkan [ʊŋ] vokal /o/ terlebih dahulu lalu tanpa merubah posisi mulut dilafalkan /ung/ seperti dalam kata gaung.

23.  Vokal /ian/ dilafalkan [iɛn] atau vokal /i/ terlebih dahulu, lalu tanpa merubah posisi mulut, lalu lafalkan vokal /en/ seperti dalam kata yen.

24.  Vokal /in/ dilafalkan [in] seperti /yin/ dalam kata kain.

25.  Vokal /iang/ dilafalkan [iɑŋ] seperti /yang/ dalam kata kayang.

26.  Vokal /ing/ dilafalkan [iŋ/iəŋ] seperti ying dalam kata inggris.

27.  Vokal /iong/ dilafalkan [iyŋ/iʊŋ] atau vokal /i/ terlebih dahulu tanpa merubah posisi mulut, lafalkan vokal /ong/ seperti yung dalam kata gayung.

28.  Vokal /uan/ dilafalkan [uan] atau wan seperti dalam kata awan.

29.  Vokal /uang/ dilafalkan [uɑŋ] seperti wang dalam kata wangsit.

30.  Vokal /üan/ dilafalkan [yɛn] atau vokal /ü/ terlebih dahulu tanpa merubah posisi mulut lalu lafalkan yuan seperti dalam kata yuen.

31.  Vokal /ün/ dilafalkan vokal /ü/ terlebih dahulu tanpa merubah posisi mulut lalu lafalkan /en/












BAB III

METODE PENELITIAN




3.1 Pendekatan


Dalam penelitian analisis kesalahan pelafalan ini, penulis melakukan pendekatan dengan metode deskriptif. Kesalahan pelafalan merupakan objek kaji linguistik, sehingga penulis membahasnya lebih lanjut dengan cabang ilmu yang lebih spesifik lagi yaitu fonologi dan fonetik.

Metode penelitian sebagai salah satu bagian penelitian yang memiliki unsur yang sangat penting. Metode yang dalam bahasa Yunani disebut Methodos adalah cara atau jalan. Secara ilmiah, metode merupakan cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.
Dalam penelitian deskriptif ini, untuk memecahkan masalah dilakukan pengumpulan, pengkajian, dan pengklasifikasian dari seluruh data yang ada. Beberapa aspek yang perlu dicari dan digali meliputi masalah, teori, konsep serta penarikan kesimpulan dan saran.

3.2 Lokasi Penelitian


Penelitian penulis lakukan di lingkungan Universitas Widya Kartika.










3.3.Data dan Sumber Data


       Data Primer


Data primer merupakan data yang diperoleh dari observasi dan wawancara. Dalam penelitian ini penulis akan melakukan observasi secara langsung (pengamatan), yaitu observasi melalui mendengar dan mengamati secara langsung percakapan sehari-hari dalam bahasa Mandarin dari objek penelitian yaitu mahasiswa semester VI program studi Bahasa Mandarin Universitas Widya Kartika Surabaya.

Data Primer menurut Husein (2003: 60) adalah data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber pertama. Untuk memperoleh data penulis melakukan wawancara dan menyebarkan kuisioner. Penulis membuat pertaanyan yang akan dijawab oleh responden.

Contoh :


Bagaimana pengucapan aksara 声母 (shengmu) ”b” dalam Bahasa

Indonesia?


Bagaimanakah pengucapan aksara 韵母 (yunmu) ”en” dalam Bahasa

Indonesia?

2. Data sekunder


Data sekunder menurut Husein (2003:60) adalah sumber data penelitian yang diolah lebih lanjut, sehingga lebih informatif jika digunakan oleh pihak lain.

Data sekunder adalah data yang bersifat tidak langsung, akan tetapi memiliki keterkaitan fungsi dan kegunaan dengan salah satu aspek pendukung bagi keabsahan suatu penelitian. Data sekunder berupa sumber-sumber atau referensi tertulis yang berhubungan dengan masalah penelitian. Data sekunder dalam penelitian ini adalah : studi kepustakaan, sebagai teknik pengumpulan data selanjutnya untuk mendukung pencarian data dan informasi lebih banyak dari berbagai buku.


Dari kedua pengertian diatas dapat diketahui bahwa sumber data yang digunakan penulis adalah kedua jenis data, yaitu data primer dan data sekunder.

3.4. Teknik pengumpulan data


Untuk mengetahui informasi dan data yang dibutuhkan, maka penulis menggunakan metode pengumpulan data melalui:




1. Observasi


Menurut Teguh (2005: 139) Observasi yaitu teknik operasional pengumpulan data melalui proses pencatatan secara cermat dan sistematis terhadap objek yang diteliti secara langsung. Dalam penelitian ini penulis melakukan pengamatan atas percakapan sehari-hari dalam bahasa mandarin mahasiswa program studi Sastra Cina.

2. Wawancara


Wawancara menurut Teguh (2005:136) adalah metode pengumpulan data dengan cara tanya jawab langsung. Penulis selaku penanya dan responden selaku pihak yang diharapkan dapat memberikan jawaban yang penulis lakukan dengan mahasiswa program studi Sastra Cin



3. Kuisioner


Penulis juga membagikan kuisioner sebagai bukti rekam atau dokumen tertulis atas wawancara dan observasi langsung terhadap mahasiswa program studi Sastra Cina.
3.5 Analisis Data


Untuk menganalisa data yang diperoleh, penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu data yang diperoleh dari penelitian, dikumpulkan. Kemudian disusun dan dianalisa untuk selanjutnya diolah sehingga diperoleh hasil yang objektif mengenai objek penelitian penulis. Setelah semua data terkumpul, selanjutnya akan diproses untuk menemukan titik kesimpulan yang dapat menjelaskan laporan atau hasil penelitian yang disusun secara sistematis. Untuk itu penulis melakukan sistematika pengumpulan data sebagai berikut.

1. Merancang pedoman kuisioner.


2. Membuat daftar pertanyaan yang akan disebarkan.


3. Menyebarkan kuisioner tersebut kepada responden yang akan diteliti


4. Menelaah hasil data yang telah disurvei


5.      Menguraikan data-data yang telah dikelompokan dan menganalisis letak kesalahan yang sering ditemukan pada hasil survei.

6. Menarik kesimpulan.


Mahasiswa diharapkan dapat menjawab pertanyaan yang penulis berikan terkait pelafalan

yang sering mereka ucapkan.














BAB IV


PEMBAHASAN


4.1 Kesalahan pelafalan.


1.      Bentuk kesalahan pelafalan dalam bahasa Mandarin yang sering terjadi pada mahasiswa semester VI program studi Bahasa Mandarin Universitas Widya Kartika Surabaya  adalah: kesalahan pelafalan vokal dan konsonan. Kesalahan vokal yang sering dilakukan mahasiswa adalah dalam vokal e, u, ü dan o. Sama halnya dengan vokal, konsonan dalam bahasa mandarin juga kerap dilafalakn salah oleh para mahasiswa. Pelafalan yang diucapkan terpengaruhi oleh bahasa daerah. Adapun konsonan yang sering terdengar dilafalakan salah oleh mahasiswa adalah: b, p, d, g, k, j, q, dan zh.
2.      Adapun yang menjadi faktor penyebab kesalahan pelafalan dalam bahasa Mandarin pada Mahasiswa semester VI program studi Bahasa Mandarin Universitas Widya Kartika Surabaya adalah: karena banyak mahasiswa terpengaruh oleh dialek bahasa pergaulan sehari hari dan bahasa daerah masing masing. Mereka yang bersuku batak cenderung sulit melafalkan vokal tersebut dengan nada yang sesuai. Nada yang dilafalakan acap kali bernada keras. Hal ini tentu saja membingungkan mereka yang mendengar dan bila tidak ada koreksi tentu saja mempengaruhi bahasa mandarin yang ia pelajari.



Masalah bahasa di Indonesia erat hubungnnya dengan tiga masalah pokok, yaitu

masalah bahasa nasional, bahasa daerah, dan bahasa asing. Ketiga masalah pokok itu perlu ditelaah dengan sungguh sungguh agar dapat dikembangkan secara baik dan benar. Lebih dikhususkan lagi kepada bahasa asing yang dipelajari oleh mahasiswa guna peningkatan mutu pemakaiana bahasa dengan baik dan pengembangan bahasa itu ditujukan pada penuhan fungsi bahasa itu sendiri sebagai sarana komunikasi dan sebagai
aspek kehidupan sesuai dengan perkembangan zaman. Sebagaimana kita ketahui bersama, bahasa mandarin dilingkungan Universitas Sumatera Utara masih tergolong baru.

Adapun upaya pencapaian tujuan untuk peningkatan mutu bahasa mandarin khususnya dan pengembangan bahasa tersebut, dilakukan melalui penelitian bahasa dan sastra dalam berbagai aspek, lalu pembinaan bahasa dilakukan dengan penyuluhan atau seminar tentang penggunaan bahasa mandarin yang baik dan benar dalam masyarakat serta penyebarluasan berbagai buku pedoman dan hasil penelitian.

Sebelumnya penulis telah memaparkan bidang kajian linguistik yaitu fonologi dan fonetik yang terkait dengan penelitian tentang kesalahan pelafalan pada bab II. Maka pada bab IV ini penulis akan mencoba memaparkan hasil analisis kesalahan pelafalan bahasa manadari pada mahasiswa program studi sastra cina universitas sumatera utara.

Dari hasil observasi dan quisioner yang penulis sebar kepada mahasiswa program studi Mandarin Universitas Widya Kartika Surabaya  , berikut ini penulis akan membahas analisis kesalahan pelafalan bahasa manadarin yang disajikan dalam kesalahan pelafalan vokal dan konsonan yang sering terjadi
4.2.Faktor penyebab kesalahan.

Faktor utama kesalahan pelafalan dalam bahasa Mandarin yang sering dilakukan
mahasiswa terjadi karena adanya interpensi dari bahasa ibu (native tongue), pengaruh bahasa daerah dan dialek yang melekat dalam keseharian berbahasa daerah tersebut juga menjadi faktor penting kesalahan pelafalan dalam berkomunikasi menggunakan bahasa
mandarin mahasiswa sering terjadi. Serta kurangnya pengetahuan tentang artikulasi pelafalan bunyi tersebut
4.3.Hasil

Kesalahan pelafalan yang paling banyak terjadi adalah pada vokal, /e/, /u/, /ü/, dan /o/. Sedangkan kesalahan pelafalan yang paling banyak terjadi pada konsonan adalah: /b/, /p/, /d/, /g/, /k/, /j/, /q/, /z/, dan /h/
BAB V


KESIMPULAN DAN SARAN





5.1 Kesimpulan


Berdasarkan uaraian pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut:


  1. Bahasa mandarin memiliki empat jenis nada yang berbeda satu sama lain. Nada ini hampir pasti digunakan dalam setiap pelafalan suatu kata. Keempat jenis nada ini mewakili sebuah arti yang berbeda. Jadi walaupun kata yang dilafalkan seseorang terdengar sama tapi memiliki arti yang berbeda.
  1. Bahasa mandarin memiliki huruf yang berbeda dengan bahasa latin atau pun bahasa indonesia yang kita ketahui menggunakan huruf alphabetic sebagai sistem penulisannya. Bahasa mandarin menggunakan aksara cina yang disebut 汉字

(hanzi).


3.      Vokal dalam bahasa mandarin tidak sama dengan vokal bahasa indonesia atau bahasa latin yang menggunakan huruf alphabetic. Vokal dalam bahasa mandarin terhitung lebih banyak dari lima vokal yang kita ketahui bersama yaitu a, e, i, u, dan ,o. Dalam bahasa mandarin terdapat vokal tunggal, vokal gabungan dan vokal nasal.
Konsonan dalam bahasa mandarin ada 21 huruf. Tetapi berbeda dengan bahasa indonesia atau bahasa latin yang menggunakan alphabet, yang juga berjumlah 21

huruf diluar vokal a, i, e, u, dan o, bahasa mandarin memiliki konsonan gabungan

yang terdiri dari dua huruf. Contoh zh, ch, sh dan lain-lain.



5.2  Saran

1.      Karena bahasa mandarin memiliki kerumitan tersendiri penutur sedapat mungkin menguasai denagn baik dan benar nada yang terdapat dalam bahasa mandarin dan tidak terkontaminasi oleh dialek bahasa daerah
2.      Agar tidak terjadi salah pengertian, kita perlu memahami dan hati-hati ketika menggunakan kata-kata yang mempunyai kemiripan dalam melafalkan atau bertutur dalam bahasa mandarin.

3.      Komunikasi dua arah dalam bahasa mandarin harus sering dilakukan oleh para mahasiswa untuk melatih kecakapan mereka dalam berbahasa mandarin.

4.      Fonetic Transcription perlu diajarkan agar mahasiswa bisa memahami dan mengerti bagaimana pelafalan yang baik dan benar dalam bertutur suatu bahasa, bahasa mandarin khususnya.


















DAFTAR PUSTAKA




Chaer Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta

Corder, S. P. 1981. Error analysis and interlanguage. New York: Oxford University Press

Djajasudarma Fatimah. 2006. Metode Linguistik. Bandung: PT Refika Aditama

Ellis Rod. 1984. The study of second language acquisition. New York: Oxford University

Koentjaraningrat.1976. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru Lapoliwa Hans. 1988. Pengantar Fonologi 1: Fonetik. Jakarta: PT Kayu Putih Lass Roger. 1988. Phonology. Afrika Selatan: Cambridge University Press Marsono. 1993. Fonetik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Muslich Masnur. 2008. Fonologi Bahasa Indonesia Tinjauan Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara

Saussure de Ferdinand. 1988. Pengantar Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjag Mada University Press

Shin Edysen. 2007. Applied Mandarin Daily Conversation. Jakarta: Kesaint Blanc

Subroto Edi. 2007. Pengantar Metode Penelitian Linguistik Struktural. Surakarta: Lembaga Pengembangan Pendidikan Universitas Sebelas Maret.

Suparto. 2009. Percakapan Mandarin Modern. Bandung: Pustaka Internasional Suparto. 2003. Tata Bahasa Mandarin itu Mudah Jakarta: Puspa Swara

Tarigan, Henry guntur dan Tarigan, Djago. 1988. Pengajaran analisis kesalahan berbahasa. Bandung: Angkasa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar