BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Masalah
Bahasa merupakan alat untuk
berkomuniksai yang tak pernah lepas dalam kehidupan sehari-hari kita. Dengan
bahasa kita dapat menyampaikan maksud, pikiran, akal, perasaan dan kehendak
kepada orang lain. Melalui bahasa seseorang dapat berinteraksi atau berhubungan
dengan orang lain dalam memenuhi segala kebutuhan. Dalam suatu percakapan yang
pada hakekatnya dilakukan untuk berkomunikasi, tidak mungkin dilakukan tanpa
menggunakan bahasa. Jika penggunaan bahasa tersebut disertai dengan isyarat
tangan, ini hanya upaya untuk mempertegas maksud. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbiter, yang
digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi, dan
mengidentifikasikan diri. (KBBI 2007: 88)
Bahasa, khususnya Mandarin sudah semakin
banyak di pelajari saat ini dan mulai diakui sebagai salah satu bahasa
internasional yang penggunaannya semakin penting dirasakan oleh masyarakat.
Perdagangan, kebudayaan, dan hubungan diplomatik dengan negara Cina sudah
semakin berkembang dewasa ini, bahkan belakangan banyak tempat pariwisata di
Indonesia yang di kunjungi wisatawan dari Cina.
Untuk menghindari kesalahan pelafalan,
maka sesorang perlu mempelajari tata bahasa yang baik dan benar, terutama pada
saat ia hendak berbicara dengan orang asing maupun suku-suku lain yang tidak
sebahasa. Hal ini sangat perlu bila ingin menjalin suatu komunikasi yang baik.
I.2. Rumusan Masalah
Untuk itulah penulis tertarik untuk membahas tentang bagaimana
kesalahan pelafalan kerap sering terjadi dalam penggunaan Bahasa Mandarin pada
mahasiswa program studi Bahasa Mandarin Universitas Widya Kartika Surabaya.
Pelafalan secara leksikal disebut juga fonetik. Fonetik yang
artinya menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pengucapan (penghasilan)
bunyi ujar, sistem bunyi suatu bahasa. Untuk itu dalam skripsi ini, penulis
akan membahas kesalahan pelafalan yang kerap menjadi permasalahan bagi penutur
pemula Bahasa Mandarin. Permasalahannya bukan hanya terletak pada sekedar salah
melafalkan, namun karena bunyi ujaran sebuah kata dalam Bahasa Mandarin
memiliki kemiripan yang sama pelafalannya dengan kata yang lain tetapi berbeda
maknanya. Hal inilah yang menyulitkan pembelajar ataupun penutur pemula maupun
penulis sendiri karena tidak terlalu fasih melafalkannya dengan tepat.
Di dalam bentuk pertanyaan, masalah ini dapat dirumuskan sebagai
berikut :
”Apa dan bagaimanakah kesalahan pelafalan dalam bahasa mandarin?”.
Selanjutnya pertanyaan tersebut akan diturunkan ke dalam pertanyaan-pertanyaan
yang lebih khusus lagi sebagai berikut:
1.
Seperti apakah bentuk kesalahan pelafalan dalam Bahasa Mandarin
pada Mahasiswa semester VI Program Studi Bahasa Mandarin Universitas Widya
Kartika Surabaya.
2.
Apakah Faktor penyebab
kesalahan pelafalan dalam bahasa Mandarin pada Mahasiswa semester VI Program
Studi Bahasa Mandarin Universitas Widya Kartika Surabaya.
I.3. Tujuan
Penelitian
Dalam melakukan setiap kegiatan pasti
selalu mempunyai maksud dan tujuan yang hendak dicapai. Dalam sebuah penelitian
ilmiah, menurut Endraswara (2003: 201) tujuan merupakan penjabaran permasalahan
secara deskriptif. Penelitian yang penulis lakukan terhadap analisis kesalahan
pelafalan bahasa mandarin pada mahasiswa program studi satra cina ini memiliki
tujuan sebagai berikut:
- Untuk mengetahui bentuk kesalahan pelafalan
yang kerap terjadi pada Mahasiswa Program Studi Sastra Bahasa Mandarin
Universitas Widya Kartika Surabaya.
- Untuk mengetahui faktor penyebab kesalahan
pelafalan yang terjadi pada Mahasiswa Program Studi Bahasa Mandarin
Universitas Widya Kartika Surabaya.
I.4. Manfaat
Penelitian
Manfaat praktis dari penelitian ini adalah
1.
Memberikan gambaran tentang jenis kesalahan dalam pelafalan bahasa
mandarin sehingga dapat dilakukan upaya-upaya untuk memperbaiki atau
menghindari kesalahan-kesalahan yang serupa bagi mahasiswa program studi Bahasa
Mandarin Universitas Widya Kartika Surabaya.
2.
Memberikan gambaran pada dosen (staf pengajar) tentang proses
terjadinya kesalahan pelafalan dalam Bahasa Mandarin sehingga dapat dicari atau
dipilih metode pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan mahasiswa
3.
Memberikan gambaran tentang faktor penyebab timbulnya kesalahan
pelafalan dalam Bahasa Mandarin sehingga para dosen dapat memberikan latihan
sebanyak mungkin sesuai dengan kesulitan-kesulitan yang dihadapi mahasiswa.
Selain manfaat praktis diatas, penelitian ini juga diharapkan
memberi manfaat
secara teoritis yaitu
:
1.
Menambah pengetahuan penulis dan pemabaca untuk memperbaiki
kesalahan pelafalan Bahasa Mandarin yang kerap sering terjadi
2. Sebagai bahan acuan dalam penelitian yang
lebih lanjut.
I.5. Batasan Masalah
Melihat kenyataan bahwa objek penelitian
penulis adalah Mahasiswa semester VI Bahasa Mandarin Universitas Widya Kartika
Surabaya. yang masih belajar atau sebagai penutur pemula Bahasa Mandarin, akan
ditemukan banyak kesalahan dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
Kesalahan-kesalahan tersebut antara lain:
1. Kesalahan Dalam Ejaan
(Spelling)
2. Tanda Baca (Punctuation)
3. Tata Kalimat (Syntax)
4. Penggunaan Penanda
Waktu (Tense)
5. Pembentukan Kata (Word
Formation)
6. Uraian Kata (Word
Ordering)
7. Kesusuaian (Agreement)
8. Pembubuhan Kata Bantu
( Preposisi)
9. Perbendaharaan Kata (
Vocabulary ) dan masih banyak lagi,
Maka penulis membatasi masalah pada kesalahan pelafalan saja.
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup pembahahasan yang
difokuskan pada kesalahan pelafalan dan objek penelitian adalah mahasiswa
semester VI Program Studi Bahasa Mandarin Universitas Widya Kartika Surabaya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kajian Pustaka
Penelitian ini berfokus pada analisis tentang kesalahan pelafalan
dalam Bahasa
Mandarin pada penutur
pemula. Untuk itu, penulis menggunakan teori yang berhubungan
dengan linguistik
khususnya dalam bidang fonetik.
Linguistik adalah
ilmu tentang bahasa; atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek
kajiannya ( Abdul
Chaer, 1994: 1).
Verhaar, (2001: 3) Linguistik berarti
Ilmu Bahasa. Kata linguistik berasal dari kata latin Lingua atau bahasa.
Dalam bahasa-bahasa ”Roman” (bahasa-bahasa yang berasal dari bahasa latin) masih
ada kata-kata serupa dengan lingua latin itu, yaitu Langue dan Langage
dalam bahassa Prancis, dan Lingua dalam bahasa Latin.
Dalam linguistik ada sebuah kajian ilmu yang kita kenal dengan
nama Fonologi.
Fonologi memiliki
hubungan dengan Fonetik.
Fonologi adalah suatu sub-disiplin ilmu
bahasa atau linguistik yang membicarakan tentang ”bunyi bahasa”. Lebih spesifik
lagi fonologi murni membicarakan tentang fungsi, perilaku serta organisasi
bunyi sebagai unsur-unsur linguitik; berbeda dengan fonetik yang berupa kajian
yang agak lebih netral terhadap bunyi-bunyi sebagai fenomena dalam dunia fisik
dan unsur unsur fisiologikal, anatomikal, neurogikal, dan psikologikal nabusia
yang membuat bunyi bunyi itu. Fonologi adalah ”Linguitik” alam pengertian bahwa
sintaksis, morfologi dan sampai tingkat tertentu, semantik juga linguistik;
sedangkan fonetik berangsur angsur berubah dalam berbagai hal menuju neurologi,
psikologi, akustik dan sebagainya. (Roger Lass)
”Fonetik adalah cabang ilmu linguistik
yang meneliti dasar fisik bunyi bunyi bahasa. Ada dua segi dasar fisik tersebut
yaitu: segi alat-alat bicara serta penggunaannya dalam menghasilkan bunyi-bunyi
bahasa dan sifat-sifat akustik bunyi yang telah
dihasilkan. Menurut dasar yang pertama, fonetik disebut ”fonetik
organik” (karena menyangkut alat alat bicara) atau Fonetik Artikulatoris
(karena menyangkut pengartikulasian bunyi-bunyi bahasa). Menurut dasar yang
kedua fonetik disebut Fonetik Akustik karena menyangkut bunyi bahasa dari sudut
bunyi sebagai getaran udara”. (JWM Verhaar : 2001: 19)
”... Analisis kesalahan merupakan suatu usaha untuk mempelajari
kesalahan pembelajaran yang diyakini sebagai hasil dari interfensi dalam
belajar bahasa asing yang merupakan kebiasaan dari bahasa ibu” (Naibaho: 2003:
48)
Teori yang penulis
kemukakan diatas tadi, inilah yang dipakai sebagai acuan
dasar dalam penulisan
skripsi ini.
2.2.Konsep
Dalam bab ini penulis berfokus pada analisis tentang kesalahan
pelafalan Bahasa
Mandarin. Untuk itu
penulis menggunakan konsep atau defenisi yang berhubungan
dengan Linguistik,
terutama dalam bidang Fonologi dan Fonetik.
Seperti kita ketahui bersama bahwa bidang fonologi dapat
melibatkan materi
penelitian fonetik,
fonemik dan fonestem, serta lingkungan fonem dan keselarasan vokal.
Materi fonetik
tidak hanya melibatkan
bunyi bahasa, akan
tetapi mencakup pula
hubungan bagaimana
bunyi itu dihasilkan, dan bagaimana bunyi itu diterima, sehingga
kedalamnya termasuk
fonetik akustik dan fonetik auditoris.
Adapun unsur-unsur
bidang fonologi yang dapat diteliti selain yang disebut diatas
termasuk pula:
1. Pengenalan alat ucap
(artikulasi)
1.
Proses terjadinya bunyi bahasa
2.
Fonem vokal dan fonem konsonan
3.
Fonem klaster dan diftong
4.
Perubahan varian fonem
5.
Fonem serapan (dari bahasa asing), sebagai penyesuaian dengan
fonem suatu bahasa akibat lintas bahasa
6.
Ejaan sebagai bidang terapan dari fonologi
7.
Ketaksaan fonem dalam lafal.
Dalam
kegiatan belajar mengajar, khususnya belajar bahasa asing dapat dipastikan,
para peserta didik pernah membuat kesalahan. Hal ini tidak dapat dihindari
karena membuat kesalahan itu adalah bagian penting dalam proses pemerolehan
bahasa (Corder, 1973).
Kesalahan
ini tentunya memerlukan koreksi secara bertahap dari instruktur agar tidak
menggangu komunikasi dalam penggunaan bahasa tersebut. Akan tetapi, kesalahan
yang akan dikoreksi perlu diseleksi, karena bisa mengganggu komunikasi atau
kelancaran berbahasa. Akibatnya, peserta didik akan merasa frustasi dan
kehilangan motivasi (Harmer, 1983).
2. 2.1 Pelafalan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
Lafal adalah : cara seseorang atau sekelompok orang dalam suatu masyarakat
bahasa mengucapkan bunyi bahasa.
Pelafalan bunyi dalam pemerolehan suatu
bahasa untuk kelompok umur dewasa (mahasiswa) biasanya dimulai dengan
pengenalan alphabeth dari target bahasa yang dipelajari. Chastain (1976)
menyatakan bahwa pemerolehan pelafalan bunyi bahasa dari target language merupakan
suatu proses oleh karenanya tidaklah terlalu penting untuk memberikan
perhatian yang berlebihan terhadap pemerolehan pelafalan bunyi yang sempurna.
West (1991) mendukung pernyataan ini dengan mengatakan bahwa
proses pelafalan bunyi yang secara pasti mendekati suara dari penutur asli (native
speaker) berlangsung secara bertahap dalam level awal pembelajaran bahasa
tanpa adanya koreksi yang terus menerus dari instruktur. Lebih lanjut dikatakan
bahwa pelafalan yang sempurna dari semua bunyi tidaklah merupakan suatu
keharusan dalam berkomunikasi menggunakan bahasa asing.
Tuturan bahasa terdiri atas bunyi. Bukan sembarang bunyi saja,
melainkan bunyi
tertentu, yang agak
berbeda-beda menurut bahasa tertentu. Bunyi tersebut diselidiki oleh
fonetik dan fonologi.
Fonetik meneliti bunyi bahasa menurut cara pelafalannya dan
menurut sifat-sifat
akustiknya. Berbeda dengan fonetik, fonologi meneliti bunyi bahasa
tertentu menurut
fungsinya.
”Fonetik adalah cabang ilmu linguistik
yang meneliti dasar fisik bunyi bunyi bahasa. Ada dua segi dasar fisik tersebut
yaitu: segi alat-alat bicara serta penggunaannya dalam menghasilkan bunyi-bunyi
bahasa dan sifat-sifat akustik bunyi yang telah dihasilkan. Menurut dasar yang
pertama, fonetik disebut ”fonetik organik” (karena menyangkut alat alat bicara)
atau Fonetik Artikulatoris (karena menyangkut pengartikulasian bunyi-bunyi
bahasa). Menurut dasar yang kedua fonetik disebut Fonetik Akustik karena
menyangkut bunyi bahasa dari sudut bunyi sebagai getaran udara”. (JWM Verhaar :
2001: 19)
Fonetik Artikulatoris meneliti alat-alat organik manakah yang kita
pakai untuk
menhgasilkan bunyi
bahasa. Manusia juga dapat menghasilkan bunyi-bunyi lain dengan
artikulatorisnya,
akan tetapi bunyi yang dihasilkan bukan merupakan bunyi bahasa.
Misalnya dengan alat artikulatoris yang sama manusia bisa
menghasilkan bunyi teriakan, batuk, berdehem, dan sebagainya tetapi bunyi
tersebut umumnya tidak bermakna apa-apa.
Bila kita berbicara, udara dipompakan
dari paru-paru, melalui batang tenggorokan kepangkal tenggorok yang didalamnya
terdapat pita-pita suara. Pita-pita itu harus terbuka agar udara bisa keluar
melalui rongga mulut atau rongga hidung atau kedua-duanya. Apabila udara keluar
tanpa hambatan, kita tidak akan menghasilkan bunyi bahasa. Contohnya adalah
ketika kita bernafas. Hambatan yang perlu untuk menghasilkan bunyi bahasa ada
pada pita suara.
Fonetik Artikulatoris juga membahas
bunyi-bunyi bahasa menurut cara dihasilkannya dengan alat-alat bicara. Bunyi
bahasa dibedakan sebagai segmental dan suprasegmental. Bunyi segmental adalah
bunyi menurut pola urutannya dari yang pertama sampai dengan yang terakhir atau
dari kiri ke kanan. Struktur dari kiri ke kanan itu berupa segmental, artinya
ada bagian-bagian yang terkecil menurut urutannya. Sedangkan bunyi
suprasegmental adalah bunyi yang dapat dibayangkan sebagai bunyi yang ada
diatas segmental.
Kita menghasilkan bunyi-bunyi bahasa
dengan alat-alat bicara, yaitu dengan mulut dan bagian-bagiannya, dengan
kerongkongan dan pita-pita suara didalamnya, dan kesemuaan itu dengan
mempergunakan udara yang dihembuskan dari paru-paru.
2.3 Landasan Teori
Sebagai pendukung pembahasan penelitian
ini penulis mengutip beberapa teori sebagai acuan dalam menganalisis data yang
diperoleh. Adapun teori yang dipaparkan
dalam studi literatur ini seperti pemerolehan komponen bahasa dan
analisis kesalahan dalam berbahasa (error analysis) dan selayang pandang
tentang bahasa Mandarin.
Objek atau sasaran kajian linguistik
adalah bahasa, yaitu bahasa manusia yang alamiah (natural). Jadi bukan
bahasa binatang, dan juga bukan bahasa buatan (artificial). Bahasa
manusia merupakan bahasa yang dipakai oleh suatu masyarakat bahasa (linguistic
society) sebagai alat komunikasi verbal secara umum dan wajar. Cabang
Ilmu linguistik yang paling sesuai digunakan untuk teori kesalahan
pelafalan adalah Fonologi dan Fonetik.
Setiap bahasa pasti memiliki sistem,
yaitu seperangkat kaidah yang bersifat mengatur. Setiap bahasa memiliki
asas-asas, pola-pola yang bersifat wajib dan hakiki yang sering disebut ”tata
bahasa”. Tata bahasa bertujuan memberikan kaidah-kaidah untuk membedakan
bentuk-bentuk yang benar dari yang tidak benar.
Bahasa kerap dijadikan penelitian
linguistik karena pada kenyataannya bahasa itu tidak seragam atau homogen,
dalam kenyataannya bahasa sangat bervariasi.
Linguistik adalah ilmu tentang bahasa;
atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya ( Abdul Chaer, 1994:
1). Dalam linguistik ada sebuah kajian ilmu yang kita kenal dengan nama
Fonologi. Fonologi memiliki hubungan dengan Fonetik.
Linguistik berarti Ilmu Bahasa. Kata
linguistik berasal dari kata latin Lingua atau bahasa. Dalam
bahasa-bahasa ”Roman” (bahasa-bahasa yang berasal dari bahasa latin) masih ada
kata-kata serupa dengan lingua latin itu, yaitu Langue dan Langage
dalam bahassa Prancis, dan Lingua dalam bahasa Latin. (J.W.M Verhaar,
2001: 3)
Menurut Roger Lass Fonologi adalah suatu
sub-disiplin ilmu bahasa atau linguistik yang membicarakan tentang ”bunyi
bahasa”. Lebih spesifik lagi fonologi murni membicarakan tentang fungsi,
perilaku serta organisasi bunyi sebagai unsur-unsur
linguitik; berbeda dengan fonetik yang berupa kajian yang agak
lebih netral terhadap bunyi-bunyi sebagai fenomena dalam dunia fisik dan unsur
unsur fisiologikal, anatomikal, neurogikal, dan psikologikal nabusia yang
menbuat bunyi bunyi itu. Fonologi adalah ”Linguitik” alam pengertian bahwa
sintaksis, morfologi dan sampai tingkat tertentu, semantik juga linguistik;
sedangkan fonetik berangsur angsur berubah dalam berbagai hal menuju neurologi,
psikologi, akustik dan sebagainya.
Tuturan bahasa terdiri atas bunyi. Bunyi tersebut diselidiki oleh
fonetik dan fonologi. Fonetik meneliti bunyi bahasa menurut cara pelafalannya
dan menurut sifat-sifat akustiknya. Sementara itu berbeda dengan fonetik,
fonologi meneliti bunyi bahasa tertentu menurut fungsinya.
”Fonologi adalah pengetahuan tentang bunyi yang merupakan suatu
prasyarat untuk dapat mempelajari dan memahami seluk-beluk bahasa dengan baik.”
(Lapoliwa: 1988: 3)
Cara pelafalan dalam bahasa Mandarin sangat penting untuk
diperhatikan. Pelafalan yang baik dan benar merupakan landasan untuk bisa
menguasai dan bertutur dalam Bahasa Mandarin. Cara pelafalan dalam Bahasa
Mandarin tidak terlepas dari Pinyin.
Mandarin sebagai bahasa yang tidak
menggunakan abjad latin dalam sistem penulisannya sehingga menyulitkan bagi
orang asing untuk mempelajari bahasa mandarin. Pada tahun 1958 pemerintah Cina
secara resmi menggunakan fonetik Pinyin, yang dibuat oleh Lembaga
Pembaharuan Tulisan (LPT) Republik Rakyat Cina sebagai sistem penulisan
latinnya. Pinyin merupakan sistem penulisan latin untuk Bahasa Mandarin
berdasarkan sistem pelafalan standar nasional ( De-An Wu Swihart. 2007: 1).
Sistem fonetik pinyin mempermudah
pembelajar asing yang kebanyakan mengenal huruf latin. Saat ini Pinyin
telah banyak digunakan pada tempat seperti pada sistem pengetikan huruf Han
dikomputer, telepon genggam, petunjuk jalan, bahan ajar, software computer dan
lain lain.
Berikut akan penulis jabarkan terlebih
dahulu sistem artikulasi pelafalan pada alat ucap manusia.
1.
|
上唇 (shangchun )upper lip
|
|
2.
|
上齿 (shangchi)
upper teeth
|
3.
|
牙床 (yachuang) teethridge
|
|
4.
|
硬额 (ying’e) hard palate
|
5.
|
软额 (ruan’e) soft palate
|
|
6.
|
小舌 (xiaoshe) uvula
|
7.
|
下唇 (xiachun) lower lip
|
|
8.
|
下齿 (xiachi) lower teeth
|
9.
|
舌尖 (shejian) tip of the tongue
|
10.舌面 (shemian)bladeof the tongue
|
||
11.
|
舌根 (shegen) back of the tongue
|
12.
|
声带 (shengda)i vocal
cords
|
|
13.
|
鼻腔 (biqiang) nasal cavity
|
|
|
|
Pelafalan Nada
Dalam Bahasa Mandarin, nada (声调) atau shengdiao (baca : sengtiao) berperan penting sebagai
salah satu pembeda kata-kata yang berbunyi sama. Kalau salah mengucapkan nada,
bisa-bisa orang lain salah menangkap makna kata yang kita maksud. Ada 4 nada
yang membedakan makna dan pelafalan, yakni sebagai berikut :
1. Nada Datar dilambangkan dengan
nada “ - ” diatas huruf pinyin/ huruf bacanya. Cara membacanya datar dan
panjang. Contoh : seperti yang terdapat pada kata Mama (Ibu) yang dibaca mendatar dan panjang.
2. Nada Naik dilambangkan dengan
tanda “ / ” diatas huruf pinyin atau huruf bacanya. Cara membacanya naik
dan agak tinggi dibanding nada datar. Contoh : seperti yang terdapat pada kata
Ma (bintik/serat) yang dibaca agak
naik dan tinggi.
3. Nada
Melengkung dilambangkan dengan tanda “
v ” diatas huruf pinyin/ huruf bacanya. Cara membacanya naik, kemudian
menurun (mendayu). Contoh : seperti yang terdapat pada kata Ma (kuda) yang dibaca dengan
nada mendayu.
4. Nada Menurun dilambangkan degnan tanda “ \ ” diatas huruf pinyin/ huruf bacanya.
Cara membacanya menurun dan tegas. Contoh seperti yang terdapat pada kata Ma
(Marah) (Mà) yang
dibaca menurun dan tegas.
Seperti yang disebutkan di atas tadi. Empat kata yang sama bisa
memiliki arti yang berbeda, dikarenakan nada yang berbeda pula.
* ma
(nada datar) = Ibu
* ma
(nada naik) = Bintik/Serat
* ma
(nada melengkung) = Kuda
* ma
(nada menurun) = Marah
( ) nada 1. Contoh : ā
( ) nada 2. Contoh : á
( ) nada 3. Contoh : ă
( ) nada 4. Contoh : à
Keempat nada dalam Bahassa Mandarin sangat penting dalam
membedakan arti, jika salah mengucapkan nada dapat menyebabkan perbedaan arti
dan menimbulkan kesalahpahaman.
Dalam Bahasa Mandarin ada juga nada ringan, nada ringan ini
dibacakan secara ringan dan pendek. Penulisan tanda nada pada nada ringan tidak
di berikan nada apapun pada suku katanya.
Peletakan tanda nada selalu diletakan di atas vokal. Jika dalam
suku kata terdapat final (ui) atau (iu), maka tanda nada diletakkan di vokal
akhir.
Cara pelafalan konsonan dalam Bahasa Mandarin sangat tergantung
pada posisi lidah, bibir, dan gigi, serta cara melafalkan. Apabila terjadi
kesalahan dalam posisi pelafalan dan cara pelafalan, maka lafal yang akan
dihasilkan akan kurang tepat.
Contoh:
1.
Konsonan (Inisial/ Shengmu) /b/ cara pelafalan dengan suara
bibir (labial). Dilafalkan seperi konsonan [p] dalam bahasa Indonesia
2.
Konsonan /p/ dilafalkan dengan suara bibir (labial) aspirasi.
Dilafalkan seperti konsonan [ph] dalam bahasa Indonesia.
3.
Konsonan /m/ cara pelafalan dengan suara bibir (labial).
Dilafalkan seperti konsonan [m] dalam Bahasa Indonesia
4.
Konsonan /f/ cara pelafalan dengan suara bibir (labial).
Dilafalkan seperti konsonan [f] dalam Bahasa Indonesia.
5.
Konsonan /d/ cara melafalkan dengan menggunakan suara ujung lidah
(apical). Dilafalkan seperti konsonan [t] dalam Bahasa Indonesia.
6.
Konsonan /t/ cara melafalkan dengan menggunakan suara ujung lidah
(apical) aspirasi. Dilafalkan seperti konsonan [th] dalam Bahasa Indonesia.
7.
Konsonan /n/ cara melafalkan dengan menggunakan suara ujung lidah
(apical). Dilafalkan seperti konsonan [n] dalam Bahasa Indonesia.
8.
Konsonan /l/ cara melafalkan dengan menggunakan suara ujung lidah (apical).
Dilafalkan seperti konsonan [l] dalam Bahasa Indonesia.
9.
Konsonan /g/ cara melafalkan dengan menggunakan suara pangkal
lidah (velar) pangkal lidah menyentuh langit-langit mulut. Dilafalkan seperti
konsonan [k] dalam Bahasa Indonesia.
10. Konsonan /k/ cara
melafalkan dengan menggunakan suara pangkal lidah (velar) pangkal lidah
menyentuh langit-langit mulut. Dilafalkan seperti konsonan [kh] dalam Bahasa
Indonesia.
11. Konsonan /h/ cara
melafalkan dengan menggunakan suara pangkal lidah (velar) menyentuh langit-langit
mulut. Dilafalkan seperti konsonan [h] dalam Bahasa Indonesia.
12. Konsonan /j/ cara
melafalkan dengan menggunakan suara badan lidah (dorsal). Dilafalkan [ʨ] atau seperti
konsonan [c] dalam bahsa indonesia.
13. Konsonan /q/ cara
melafalkan dengan menggunakan suara badan lidah (dorsal). Dilafalkan [ʨʰ] atau seperti
konsonan [ch] dalam bahasa indonesia.
14. Konsonan /x/ cara
melafalkan dengan menggunakan suara badan lidah (dorsal). Dilafalkan [ɕ] atau mirip seperti
konsonan [s] dalam Bahasa Indonesia, namun dilafalkan dengan badan lidah, bukan
dengan ujung lidah.
15. Konsonan /zh/
cara melafalkan dengan menggunakan suara lidah ditekuk ke
͡
langit-langit mulut.
Dilafalkan seperti [ʈʂ] atau konsonan [z] dalam Bahasa Indonesia.
. Konsonan /ch/ cara melafalkan dengan menggunakan suara lidah
ditekuk-tekuk ke langit-langit mulut (palatal) aspirasi. Setelah lidah
ditekuk-tekuk kelangit-
͡
langit mulut, dilafalkan [ʈʂʰ] atau seperti konsonan [ch] dalam Bahasa Indonesia.
17. Konsonan /sh/ cara
melafalkan dengan menggunakan suara lidah ditekuk-tekuk ke langit-langit mulut
(palatal) aspirasi. Setelah lidah ditekuk-tekuk kelangit-langit mulut,
dilafalkan [ʂ].
18. Konsonan /r/ cara
melafalkan dengan menggunakan suara lidah ditekuk-tekuk ke langit-langit mulut
(palatal) aspirasi. Setelah lidah ditekuk-tekuk kelangit-langit mulut,
dilafalkan [ʐ/ɻ]
19. Konsonan /z/ cara
melafalkan dengan menggunakan suara lidah pada gigi depan bagian dalam (dental)
ujung lidah menuju gigi atas bagian dalam, dilafalkan [ʦ].
20. Konsonan /c/ cara
melafalkan dengan menggunakan suara lidah pada gigi depan bagian dalam (dental)
ujung lidah menuju gigi atas bagian dalam, dilafalkan[ʦʰ]atau seperti
konsonan c dalam Bahasa Indonesia.
21. Konsonan /s/ cara
melafalkan dengan menggunakan suara lidah pada gigi depan bagian dalam (dental)
ujung lidah menuju gigi atas bagian dalam, dilafalkan seperti konsonan [s]
dalam Bahasa Indonesia.
22. Konsonan /y/
dilafalkan seperti vokal [i] (baca: yi= i)
23. Konsonan /w/
dilafalkan seperti vokal [u] (baca: wu= u)
Konsonan dalam Pinyin
dibagi menjadi dua bagian yaitu:
1.
Konsonan Aspirasi (送气音 song qi yin)
2.
Konsonan Non-aspirasi (不送气音 bu song qi yin)
Perbedaan antara keduanya adalah pada
saat pelafalannya, konsonan aspirasi disertai dengan dorongan udara dari mulut,
Adapun konsonan aspirasi adalah : p, t, k, q, ch, c. sedangkan konsonan Non-aspirasi
tidak
Vokal dalam Pinyin memiliki
banyak kesamaan dengan vokal dalam Bahasa Indonesia. Vokal dalam Pinyin
juga memiliki vokal tunggal, vokal ganda, dan vokal dengung/ nasal. Berikut
penulis akan coba memaparkan cara pelafalan vokal Pinyin dalam Bahasa
Mandarin
1.
Vokal /a/ dilafalkan [a] seperti dalam kata ”aku”
2.
Vokal /i/ dilafalkan [yi] seperti dalam kata ”bayi’
3.
Vokal /u/ dilafalkan [u] seperti dalam kata bau, vokal /u/ juga
dapat dilafalkan [wu] seperti dalam kata ”wushu’, serta vokal /u/ juga dapat
dilafalkan [yu] seperti dalam kata kayu.
4.
Vokal /ü/ disebut sebagai ü umlaut dilafalkan [y] pengucapannya
terlebih dahulu lafalkan vokal /i/, kemudian rubah posisi mulut menjadi vokal
/u/.
5.
Vokal /e/dilafalkan [ɤ] dan /ê/ dilafalkan [ɛ]
6.
Vokal /o/ dilafalkan [ǫ] seperti dalam kata ”orang”
7.
Vokal /ai/ dilafalkan [aɪ] atau vokal /a/ terlebih dahulu, lalu posisi mulut diubah menjadi
lafal vokal /i/. Seperti /ai/ dalam kata belai.
8.
Vokal /ei/ dilafalkan [eɪ] atau vokal /e/ terlebih dahulu, lalu posisi mulut diubah menjadi
lafal vokal /i/. Seperti /ei/ dalam kata hei.
9.
Vokal /ao/ dilafalkan[ɑʊ] atau vokal /a/ terlebih dahulu, lalu posisi mulut diubah menjadi
lafal vokal /o/. Seperti /ao/ dalam kata pulau.
10. Vokal /ou/ dilafalkan
[ɑʊ] atau vokal /o/ terlebih
dahulu, lalu posisi mulut diubah menjadi lafal vokal /u/. Seperti /ou/ dalam
kata o..ow!!
11. Vokal /ia/ dilafalkan
vokal /i/ atau /y/ terlebih dahulu, lalu posisi mulut diubah menjadi lafal
vokal /a/. Seperti /ia/ atau /ya/ dalam kata buaya
12. Vokal /ie/ dilafalkan
vokal [iɛ] , lalu posisi mulut
diubah menjadi lafal vokal /e/. Seperti [ye] dalam kata yen.
13. Vokal /iao/
dilafalkan vokal [iɑʊ], lalu posisi mulut diubah menjadi lafal vokal /a/ Seperti /ia/
atau /ya/ dalam kata yao.
14. Vokal /ua/
dilafalkan[uɑ] atau vokal /u/ terlebih
dahulu, lalu posisi mulut diubah menjadi lafal vokal /a/ Seperti wa dalam kata uang.
15. Vokal /uo/ dilafalkan
[uǫ] atau vokal /u/
terlebih dahulu, lalu posisi mulut diubah menjadi lafal vokal /o/.
16. Vokal /uai/
dilafalkan [uaɪ] vokal /u/ terlebih
dahulu, lalu posisi mulut diubah menjadi lafal vokal /ai/ Seperti /wai/ dalam
kata pantai.
17. Vokal üe dilafalkan
[y] atau vokal /ü/ terlebih dahulu, lalu posisi mulut diubah menjadi lafal
vokal /e/. Seperti /yüe/ dalam kata yiue.
18. Vokal /an/ dilafalkan
[an] seperti dalam kata anak.
19. Vokal /en/
dilafalkan[ən] seperti /eun/
dalam kata entah.
20. Vokal /ang/
dilafalkan[ɑŋ] seperti dalam kata
angka.
21. Vokal /eng/
dilafalkan [ɤŋ]seperti dalam kata
enggak.
22. Vokal /ong/
dilafalkan [ʊŋ] vokal /o/ terlebih
dahulu lalu tanpa merubah posisi mulut dilafalkan /ung/ seperti dalam kata
gaung.
23. Vokal /ian/
dilafalkan [iɛn] atau vokal /i/
terlebih dahulu, lalu tanpa merubah posisi mulut, lalu lafalkan vokal /en/
seperti dalam kata yen.
24. Vokal /in/ dilafalkan
[in] seperti /yin/ dalam kata kain.
25. Vokal /iang/
dilafalkan [iɑŋ] seperti /yang/
dalam kata kayang.
26. Vokal /ing/
dilafalkan [iŋ/iəŋ] seperti ying dalam
kata inggris.
27. Vokal /iong/
dilafalkan [iyŋ/iʊŋ] atau vokal /i/
terlebih dahulu tanpa merubah posisi mulut, lafalkan vokal /ong/ seperti yung
dalam kata gayung.
28. Vokal /uan/
dilafalkan [uan] atau wan seperti dalam kata awan.
29. Vokal /uang/
dilafalkan [uɑŋ] seperti wang dalam
kata wangsit.
30. Vokal /üan/
dilafalkan [yɛn] atau vokal /ü/
terlebih dahulu tanpa merubah posisi mulut lalu lafalkan yuan seperti dalam
kata yuen.
31. Vokal /ün/ dilafalkan
vokal /ü/ terlebih dahulu tanpa merubah posisi mulut lalu lafalkan /en/
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan
Dalam penelitian analisis kesalahan pelafalan ini, penulis
melakukan pendekatan dengan metode deskriptif. Kesalahan pelafalan merupakan
objek kaji linguistik, sehingga penulis membahasnya lebih lanjut dengan cabang
ilmu yang lebih spesifik lagi yaitu fonologi dan fonetik.
Metode penelitian sebagai salah satu bagian penelitian yang
memiliki unsur yang sangat penting. Metode yang dalam bahasa Yunani disebut Methodos
adalah cara atau jalan. Secara ilmiah, metode merupakan cara kerja untuk dapat
memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.
Dalam penelitian deskriptif ini, untuk memecahkan masalah
dilakukan pengumpulan, pengkajian, dan pengklasifikasian dari seluruh data yang
ada. Beberapa aspek yang perlu dicari dan digali meliputi masalah, teori,
konsep serta penarikan kesimpulan dan saran.
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian penulis lakukan di lingkungan Universitas Widya
Kartika.
3.3.Data dan Sumber Data
Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh dari observasi dan
wawancara. Dalam penelitian ini penulis akan melakukan observasi secara
langsung (pengamatan), yaitu observasi melalui mendengar dan mengamati secara
langsung percakapan sehari-hari dalam bahasa Mandarin dari objek penelitian
yaitu mahasiswa semester VI program studi Bahasa Mandarin Universitas Widya
Kartika Surabaya.
Data Primer menurut Husein (2003: 60) adalah data penelitian yang
diperoleh secara langsung dari sumber pertama. Untuk memperoleh data penulis
melakukan wawancara dan menyebarkan kuisioner. Penulis membuat pertaanyan yang
akan dijawab oleh responden.
Contoh :
Bagaimana pengucapan
aksara 声母 (shengmu) ”b” dalam Bahasa
Indonesia?
Bagaimanakah
pengucapan aksara 韵母 (yunmu) ”en”
dalam Bahasa
Indonesia?
2. Data sekunder
Data sekunder menurut Husein (2003:60) adalah sumber data
penelitian yang diolah lebih lanjut, sehingga lebih informatif jika digunakan
oleh pihak lain.
Data sekunder adalah data yang bersifat tidak langsung, akan
tetapi memiliki keterkaitan fungsi dan kegunaan dengan salah satu aspek
pendukung bagi keabsahan suatu penelitian. Data sekunder berupa sumber-sumber
atau referensi tertulis yang berhubungan dengan masalah penelitian. Data
sekunder dalam penelitian ini adalah : studi kepustakaan, sebagai teknik
pengumpulan data selanjutnya untuk mendukung pencarian data dan informasi lebih
banyak dari berbagai buku.
Dari kedua pengertian diatas dapat diketahui bahwa sumber data
yang digunakan penulis adalah kedua jenis data, yaitu data primer dan data
sekunder.
3.4. Teknik
pengumpulan data
Untuk mengetahui informasi dan data yang dibutuhkan, maka penulis
menggunakan metode pengumpulan data melalui:
1. Observasi
Menurut Teguh (2005: 139) Observasi yaitu teknik operasional
pengumpulan data melalui proses pencatatan secara cermat dan sistematis
terhadap objek yang diteliti secara langsung. Dalam penelitian ini penulis
melakukan pengamatan atas percakapan sehari-hari dalam bahasa mandarin
mahasiswa program studi Sastra Cina.
2. Wawancara
Wawancara menurut Teguh (2005:136) adalah metode pengumpulan data
dengan cara tanya jawab langsung. Penulis selaku penanya dan responden selaku
pihak yang diharapkan dapat memberikan jawaban yang penulis lakukan dengan
mahasiswa program studi Sastra Cin
3. Kuisioner
Penulis juga membagikan kuisioner sebagai bukti rekam atau dokumen
tertulis atas wawancara dan observasi langsung terhadap mahasiswa program studi
Sastra Cina.
3.5 Analisis Data
Untuk menganalisa data yang diperoleh,
penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu data yang diperoleh
dari penelitian, dikumpulkan. Kemudian disusun dan dianalisa untuk selanjutnya
diolah sehingga diperoleh hasil yang objektif mengenai objek penelitian
penulis. Setelah semua data terkumpul, selanjutnya akan diproses untuk
menemukan titik kesimpulan yang dapat menjelaskan laporan atau hasil penelitian
yang disusun secara sistematis. Untuk itu penulis melakukan sistematika
pengumpulan data sebagai berikut.
1. Merancang pedoman
kuisioner.
2. Membuat daftar
pertanyaan yang akan disebarkan.
3. Menyebarkan kuisioner
tersebut kepada responden yang akan diteliti
4. Menelaah hasil data
yang telah disurvei
5.
Menguraikan data-data yang telah dikelompokan dan menganalisis
letak kesalahan yang sering ditemukan pada hasil survei.
6. Menarik kesimpulan.
Mahasiswa diharapkan
dapat menjawab pertanyaan yang penulis berikan terkait pelafalan
yang sering mereka
ucapkan.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1
Kesalahan pelafalan.
1.
Bentuk kesalahan pelafalan dalam bahasa Mandarin yang sering
terjadi pada mahasiswa semester VI program studi Bahasa Mandarin Universitas
Widya Kartika Surabaya adalah: kesalahan
pelafalan vokal dan konsonan. Kesalahan vokal yang sering dilakukan mahasiswa
adalah dalam vokal e, u, ü dan o. Sama halnya dengan vokal, konsonan dalam
bahasa mandarin juga kerap dilafalakn salah oleh para mahasiswa. Pelafalan yang
diucapkan terpengaruhi oleh bahasa daerah. Adapun konsonan yang sering
terdengar dilafalakan salah oleh mahasiswa adalah: b, p, d, g, k, j, q, dan zh.
2.
Adapun yang menjadi faktor penyebab kesalahan pelafalan dalam
bahasa Mandarin pada Mahasiswa semester VI program studi Bahasa Mandarin
Universitas Widya Kartika Surabaya adalah: karena banyak mahasiswa terpengaruh
oleh dialek bahasa pergaulan sehari hari dan bahasa daerah masing masing.
Mereka yang bersuku batak cenderung sulit melafalkan vokal tersebut dengan nada
yang sesuai. Nada yang dilafalakan acap kali bernada keras. Hal ini tentu saja
membingungkan mereka yang mendengar dan bila tidak ada koreksi tentu saja
mempengaruhi bahasa mandarin yang ia pelajari.
Masalah bahasa di Indonesia erat hubungnnya dengan tiga masalah
pokok, yaitu
masalah bahasa nasional, bahasa daerah, dan bahasa asing. Ketiga
masalah pokok itu perlu ditelaah dengan sungguh sungguh agar dapat dikembangkan
secara baik dan benar. Lebih dikhususkan lagi kepada bahasa asing yang
dipelajari oleh mahasiswa guna peningkatan mutu pemakaiana bahasa dengan baik
dan pengembangan bahasa itu ditujukan pada penuhan fungsi bahasa itu sendiri
sebagai sarana komunikasi dan sebagai
aspek kehidupan sesuai dengan perkembangan zaman. Sebagaimana kita
ketahui bersama, bahasa mandarin dilingkungan Universitas Sumatera Utara masih
tergolong baru.
Adapun upaya pencapaian tujuan untuk peningkatan mutu bahasa
mandarin khususnya dan pengembangan bahasa tersebut, dilakukan melalui
penelitian bahasa dan sastra dalam berbagai aspek, lalu pembinaan bahasa
dilakukan dengan penyuluhan atau seminar tentang penggunaan bahasa mandarin
yang baik dan benar dalam masyarakat serta penyebarluasan berbagai buku pedoman
dan hasil penelitian.
Sebelumnya penulis telah memaparkan bidang kajian linguistik yaitu
fonologi dan fonetik yang terkait dengan penelitian tentang kesalahan pelafalan
pada bab II. Maka pada bab IV ini penulis akan mencoba memaparkan hasil
analisis kesalahan pelafalan bahasa manadari pada mahasiswa program studi
sastra cina universitas sumatera utara.
Dari hasil observasi dan quisioner yang penulis sebar kepada
mahasiswa program studi Mandarin Universitas Widya Kartika Surabaya , berikut ini penulis akan membahas analisis
kesalahan pelafalan bahasa manadarin yang disajikan dalam kesalahan pelafalan
vokal dan konsonan yang sering terjadi
4.2.Faktor penyebab kesalahan.
Faktor utama kesalahan pelafalan
dalam bahasa Mandarin yang sering dilakukan
mahasiswa terjadi karena adanya interpensi dari
bahasa ibu (native tongue), pengaruh bahasa daerah dan dialek yang
melekat dalam keseharian berbahasa daerah tersebut juga menjadi faktor penting
kesalahan pelafalan dalam berkomunikasi menggunakan bahasa
mandarin mahasiswa sering terjadi. Serta
kurangnya pengetahuan tentang artikulasi pelafalan bunyi tersebut
4.3.Hasil
Kesalahan pelafalan yang paling banyak
terjadi adalah pada vokal, /e/, /u/, /ü/, dan /o/. Sedangkan kesalahan
pelafalan yang paling banyak terjadi pada konsonan adalah: /b/, /p/, /d/, /g/,
/k/, /j/, /q/, /z/, dan /h/
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uaraian
pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
- Bahasa mandarin memiliki
empat jenis nada yang berbeda satu sama lain. Nada ini hampir pasti
digunakan dalam setiap pelafalan suatu kata. Keempat jenis nada ini
mewakili sebuah arti yang berbeda. Jadi walaupun kata yang dilafalkan
seseorang terdengar sama tapi memiliki arti yang berbeda.
- Bahasa mandarin memiliki huruf yang berbeda
dengan bahasa latin atau pun bahasa indonesia yang kita ketahui
menggunakan huruf alphabetic sebagai sistem penulisannya. Bahasa mandarin
menggunakan aksara cina yang disebut 汉字
(hanzi).
3.
Vokal dalam bahasa mandarin tidak sama dengan vokal bahasa
indonesia atau bahasa latin yang menggunakan huruf alphabetic. Vokal dalam
bahasa mandarin terhitung lebih banyak dari lima vokal yang kita ketahui
bersama yaitu a, e, i, u, dan ,o. Dalam bahasa mandarin terdapat vokal tunggal,
vokal gabungan dan vokal nasal.
Konsonan dalam bahasa mandarin ada 21
huruf. Tetapi berbeda dengan bahasa indonesia atau bahasa latin yang
menggunakan alphabet, yang juga berjumlah 21
huruf diluar vokal a, i, e, u, dan o,
bahasa mandarin memiliki konsonan gabungan
yang terdiri dari dua huruf. Contoh zh,
ch, sh dan lain-lain.
5.2
Saran
1.
Karena bahasa mandarin memiliki kerumitan tersendiri penutur
sedapat mungkin menguasai denagn baik dan benar nada yang terdapat dalam bahasa
mandarin dan tidak terkontaminasi oleh dialek bahasa daerah
2.
Agar tidak terjadi salah pengertian, kita perlu memahami dan
hati-hati ketika menggunakan kata-kata yang mempunyai kemiripan dalam
melafalkan atau bertutur dalam bahasa mandarin.
3.
Komunikasi dua arah dalam bahasa mandarin harus sering dilakukan
oleh para mahasiswa untuk melatih kecakapan mereka dalam berbahasa mandarin.
4.
Fonetic Transcription perlu diajarkan agar mahasiswa bisa memahami dan mengerti
bagaimana pelafalan yang baik dan benar dalam bertutur suatu bahasa, bahasa
mandarin khususnya.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer
Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta
Corder, S. P. 1981. Error analysis
and interlanguage. New York: Oxford University Press
Djajasudarma
Fatimah. 2006. Metode Linguistik. Bandung: PT Refika Aditama
Ellis Rod. 1984. The study of second
language acquisition. New York: Oxford University
Koentjaraningrat.1976. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta:
Aksara Baru Lapoliwa Hans. 1988. Pengantar Fonologi 1: Fonetik. Jakarta:
PT Kayu Putih Lass Roger. 1988. Phonology. Afrika Selatan: Cambridge
University Press Marsono. 1993. Fonetik. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Muslich Masnur. 2008. Fonologi Bahasa
Indonesia Tinjauan Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa Indonesia.
Jakarta: Bumi Aksara
Saussure de Ferdinand. 1988. Pengantar
Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjag Mada University Press
Shin
Edysen. 2007. Applied Mandarin Daily Conversation. Jakarta: Kesaint
Blanc
Subroto Edi. 2007. Pengantar Metode
Penelitian Linguistik Struktural. Surakarta: Lembaga Pengembangan
Pendidikan Universitas Sebelas Maret.
Suparto. 2009. Percakapan Mandarin Modern. Bandung: Pustaka
Internasional Suparto. 2003. Tata Bahasa Mandarin itu Mudah Jakarta:
Puspa Swara
Tarigan, Henry guntur dan Tarigan,
Djago. 1988. Pengajaran analisis kesalahan berbahasa. Bandung:
Angkasa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar